Libur Lebaran di Sumatera Barat

Libur Lebaran/Idul Fitri (lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Eid_ul-Fitr) kali ini (tahun 2011) diisi keluarga besar dengan sesuatu yang berbeda. Bila di masa kecil libur Idul Fitri saya habiskan di kampung halaman mengunjungi kakek nenek, di masa-masa sesudahnya lebih banyak dihabiskan untuk bersilaturrahim pada kerabat dan relasi. Titik kumpul utamanya adalah di rumah orangtua saya yang kebetulan dituakan oleh para kerabat dan relasinya.

Setelah saya dan saudara-saudara kandung berumahtangga, orang tua mengisi beberapa Idul Fitrinya dengan berumroh ke tanah suci, sehingga kami anak-anaknya harus membuat acara sendiri untuk mengisi lebaran dengan keluarga masing-masing atau dengan keluarga besar pasangan masing-masing. Bila orangtua tidak sedang umroh, acara silaturahim lebaran tetap berjalan seperti biasa dengan titik kumpul di rumah orangtua. Bagi saya yang kala itu suaminya berasal dari Sumatera Selatan, tentu acara lebaran lebih banyak kami habiskan di kampung halaman suami.

Lebaran kali ini berbeda. Kami memutuskan untuk melancong (istilah yang indonesia banget haha) ke Sumatera Barat (lihat:http://en.wikipedia.org/wiki/West_Sumatra). Perjalanan kami mulai setelah setengah hari pertama di 1 Syawal bersilaturrahim ke beberapa kerabat dekat di kampung halaman serta berziarah ke makam kakek-nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu. Perjalanan dari Medan (tempat tinggal saya) ke Sumatera Barat memang harus melalui kampung halaman saya di wilayah Tapanuli Selatan dan Mandailing.

Inilah kali pertama keluarga besar kami mengisi libur lebaran dengan acara jalan-jalan apalagi di luar provinsi yang berbeda. Karena, seyogyanya lebaran, libur lebaran biasanya diisi dengan silaturrahim lebaran. Liburn kali ini memberi pengalaman baru tentang fenomena libur lebaran di daerah yang berbeda. Tentunya berbeda dengan situasi di daerah asal saya di Sumatera Utara. Tentu berbeda pula dengan situasi liburan di luar hari raya idul fitri, seperti libur semesteran atau libur akhir tahun.

Melintasi wilayah Sumatera Barat bukan sesuatu yang asing bagi saya; tapi khusus menghabiskan masa liburan memang baru kali ini. Di masa kecil saya pernah berlibur ke Bukit Tinggi dan beberapa kali pula di masa-masa sesudahnya, tapi ke kota-kota lainnya di Sumatera Barat bisa dikatakan belum pernah. Saya juga pernah menyempatkan mengambil foto di danau Singkarak, dalam salah satu perjalanan melintasi jalan lintas Barat Sumatera dalam perjalanan Jakarta-Medan,  Sumatera Selatan-Medan atau sebaliknya.

Karena tujuan kali ini memang untuk berlibur, maka perjalanan menjadi lebih leluasa untuk dinikmati, kesan yang didapatkan juga menjadi lebih banyak dan bervariasi. Karena kami mengawali perjalanan dari Sumatera Utara, tentunya mau-tidak mau ada usaha membandingkan antara provinsi asal dan provinsi yang dikunjungi, apalagi kami melalui perjalanan darat. Kesan pertama tentang Sumatera Barat: “Tampaknya lebih maju dari Sumatera utara”. Begitu memasuki wilayah Sumatera Barat, kami langsung disambut bentangan jalan raya yang mulus dan rapi. Sangat berbeda dengan kondisi jalan lintas di wilayah Sumatera Utara. Sayangnya, kondisi jalan yang bagus ini tidak terus ditemukan, pada beberapa bagian jalan masih ada kondisi jalan kelas III (menurut papan petunjuk setempat); walaupun secara umum masih tetap lebih baik daripada kondisi jalan di Sumatera Utara.

Berjalan lebih jauh lagi memuaskan rasa haus mata akan pemandangan hijau. Sumatera Barat benar-benar memamerkan kekayaan alam yang memukau. Subur dan hijau. Di sela kehijauan dan perbukitan indah, tersembul sungi-sungai jernih dengan bebatuan yang masih terjaga. Jadi teringat sungai jernih dari masa kecil di kampung halaman,yang saat ini tinggal kenangan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat setempat serta kepedulian pemerintah untuk menjaga kelestarian alam telah menghasilkan kerusakan yang sangat parah pada bumi Mandailing, khususnya di desa kelahirannku.

 

312513_2002696788177_1802954803_n

Jam Gadang merupakan landmark Kota Bukit Tinggi; tidak lengkap rasanya berlibur ke Kota Bukit Tinggi tanpa berfoto di Jam Gadang

Memasuki kota Bukit Tinggi (lihat:  http://en.wikipedia.org/wiki/Bukittinggi), mulai terasa aroma kota wisatanya. Kota ini berhasil membuktikan banyaknya pelancong yang masuk. Hotel-hotel dan penginapan penuh tak bersisa. Untung kami sudah booking jauh-jauh hari sebelumnya.  Jalanan di seputar kota — terutama di sekitar Jam Gadang dan Panorama/Ngarai Sianok – padat merayap. Lingkungannya cukup terjaga sehingga lebih punya daya jual dibanding objek wisata di Sumatera Utara pada umumnya.

Dari Jam Gadang kami beranjak ke Danau Singkarak (lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Lake_Singkarak). Ada fenomena sosial menarik yang dapat ditangkap dari sini. Pelancong lokal bertebaran di sepanjang pinggiran danau Singkarak. Luar Biasa padatnya. Danau yang berada di pinggiran di jalur lintas propinsi ini benar-benar luar biasa padat. Saya belum pernah melihat fenomena semacam ini di Sumatera Utara ataupun di Sumatera Selatan – dimana saya pernah menghabiskan masa-masa liburan Idul Fitri. Inilah mungkin gambaran dari mobilitas masyarakat Minang yang suka merantau (baca: travelling). Danau ini sungguh memesona. Sayangnya kurang dikembangkan menjadi objek wisata berkelas nasional, apalagi internasional, sedangkan potensinya sangat memungkinkan untuk itu.

Padatnya lalu lintas dan beberapa kali nyasar membuat perjalanan menjadi lambat. Kami baru sampai di objek wisata berikutnya — Istano Basa Pagaruyung/Istana Besar Pagaruyung — (lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Istano_Basa) setelah menjelang malam; akibatnya keindahan istana yang sedang direnovasi ini menjadi kurang dapat dinikmati sepenuhnya. Namun demikian, tak urung semua merasa takjub akan kemegahan Istana yang telah beberapa kali direnovasi setelah beberapa kali kena musibah kebakaran itu .

Kembali ke Bukit Tinggi menjadi perjalanan yang sangat melelahkan. Kemacetan menuju semua penjuru kota di Sumetera Barat menjadi hambatan besar dari perjalanan yang seharusnya bisa lebih menyenangkan. Betapa libur Idul Fitri menggambarkan mobilitas masyarakat Sumatera Barat!

Hari kedua kami mengarahkan destinasi ke kota Padang. Tidak seperti jalan-jalan ke arah luar Padang yang padat merayap, perjalanan ke kota Padang cenderung sepi. Situasi di Kota juga tak kalah sepi, persis seperti Jakarta saat Idul Fitri, hal ini menggambarkan jiwa orang Minang yang suka merantau. Bisa jadi sebagian besar penduduk kota Padang adalah perantau dari kota-kota lain di Sumatera Bara.

Pantai Air Manis

Pantai berpasir putih kecoklatan ini cukup luas dan mampu menampung banyak wisatawan.

Di kota ini, salah satu objek yang ingin kami kunjungi adalah Pantai Air Manis yang terkenal dengan legenda Malin Kundangnya (lihat: http://www.gosumatra.com/pantai-air-manis-dan-batu-malin-kundang/). Banyak hal kurang menyenangkan dalam perjalanan mencapai pantai ini. Banyaknya pemalak yang menarik bayaran menjelang dan sampai ke tempat tujuan. Sangat tidak mendukung untuk pengembangan pariwisata. Hebatnya, dengan pelayanan demikian, pantai Air Manis tetap dipadati pengunjung!

Pantai ini memiliki keistimewaan pada luas pasir pantainya sehingga mampu menampung banyak wisatawan yang ingin bermain pasir atau sekedar berjalan-jalan menyusuri pantai. Saya dan rombonganpun menyusuri pantai untuk dapat mencapai Batu Malin Kundang. Sekitar kawasan batu legenda tersebut memang banyak terdapat batu-batuan, namun khusus pada batu Malin Kundang tampaknya sudah ada rekayasa tangan manusia, dan tidak dipelihara dengan baik. Sayang sekali.

Air terjun Lembah Arau

Wajah-wajah lelah

Beranjak dari pantai Air Manis, belum puas rasanya kalau belum mengunjungi satu destinasi lagi, mobil pun kami arahkan menunju Air terjun lembah Anai. Sayang sekali, padatnya pengunjungi menghalangi kami untuk mendekati air terjunnya dan cukuplah hanya berfoto dari kejauhan saja.  Wajah anak-anak yang menampakkan kelelahan cukuplah menjadi alasan untuk mengakhiri perjalanan.

Sampai jumpa pada journey berikutnya.

3 thoughts on “Libur Lebaran di Sumatera Barat”

  1. iya. kemaren saya juga ke sumbar. walau katanya sumbar bukan daerah metropolitan. tp disini kemerataan itu nampak. beda sama kota saya, cuma ibu kota aja yg bagus di juluki metropolitan, tp kota adau desa2 lain masih kacau. dan salah satu yg saya takjub dr tanah minang ini JALANNYA YANG MULUS. GAK DI TEMUI LUBANG DAN LANCAR. hehe

  2. Pulau Mandeh juga bagus lhoo, seperti Raja Ampat. lokasinya juga di Sumatera Barat heheh

Leave a comment